DPRD Nias Konsultasikan PP Nomor 12 Tahun 2018
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bagian Sekretariat Badan Musyawarah Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Harisun Alaikum menerima kunjungan konsultasi Anggota DPRD Kabupaten Nias terkait pedoman penyusunan jadwal kegiatan DPR RI. Foto: Tresna/rni
Pelaksana Harian (Plh) Kepala Bagian Sekretariat Badan Musyawarah Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Harisun Alaikum mengatakan kepada DPRD Kabupaten Nias, jika ingin merubah penyusunan jadwal kegiatan DPRD disamakan dengan DPR RI, maka DRPD harus melakukan perubahan melalui Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI). Mengingat pedoman DPRD dalam penyusunan jadwal kegiatan maupun penyusunan APBD sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota.
“Kalau di PP Nomor 12 Tahun 2018 memang perubahan jadwal itu harus di Paripurna, di Tata Tertib kita tidak begitu. Makanya di DPRD kita usulkan kalau memang mau diubah dan menyesuaikan dengan DPR RI, maka PP-nya itu yang diubah lewat ADKASI. Supaya tidak terkesan bahwa AKD di daerah itu tidak berfungsi. Mereka (DPRD Nias) merasa dikurangi kewenangannya, termasuk anggaran,” katanya usai menerima kunjungan konsultasi Anggota DPRD Kabupaten Nias terkait pedoman penyusunan jadwal kegiatan DPR RI, di Ruang Rapat Setjen DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (20/3/2019).
Alaikum, biasa Harisun Alaikum disapa, juga mengemukakan keheranannya kepada aturan yang ada di DRPD Kabupaten Nias soal penyusunan anggaran di daerahnya. Di mana dalam penyusunan anggaran di dalam Badan Anggaran (Banggar) yang membahasnya bukanlah Anggota Dewan dari Komisi, sehingga dalam pembahasan kerap tidak sinkron antara pembahasan di Banggar dengan apa yang diusulkan oleh Komisi.
Hal itu berbanding terbalik dengan yang ada di DPR RI. Di mana pembahasan anggaran di Banggar dilakukan seutuhnya oleh Anggota Banggar yang juga Anggota Komisi. Sehingga apapun yang dibahas Banggar adalah aspirasi dari Komisi. “Kalau di daerah kan tidak, makanya ada pengurangan kewenangan. Anggota Komisi tidak diajak rapat, sifatnya hanya konsultasi, dan tidak ikut membahas, apalagi menetapkan. Kalau menurut saya mereka harus mengubah tatibnya, dengan menyebutkan bahwa Anggota Banggar daerah terdiri dari Anggota Komisi seperti di DPR RI,” paparnya
Terkait dengan peran Badan Musyawarah (Bamus), Anggota DPRD Kabupaten Nias hanya menanyakan soal kebijakan penyampaian usulan kepada Pimpinan yang terkait dengan Angket, Interpelasi dan sejenisnya. Hal lainnya adalah penyusunan jadwal kegiatan maupun perubahan jadwal di DPR RI yang memang tidak harus melalui Rapat Paripurna, beda halnya dengan DPRD yang sesuai dengan PP Nomor 12 Tahun 2018 harus melalui Paripurna. “Kalau yang berkaitan dengan jadwal kegiatan di pihak DPRD perubahan jadwal itu ternyata ditetapkan di Paripurna, kalau kita kan enggak hanya di Bamus itu sendiri,” katanya.
Sementara itu Ketua DPRD Kabupaten Nias Yaredy Lauly mengaku, akan mengutip dan mengikuti seluruh aturan di dalam PP Nomor 12 Tahun 2018. Karena menurutnya justru dengan mengikuti aturan di dalam PP tersebut telah terjadi efisiensi waktu soal pembahasan anggaran di Banggar, dengan tidak harus meneruskan pembahasan di Komisi terkait, sehingga penetapan APBD dapat dilakukan dengan cepat dan waktu singkat.
“Yang tahun 2019 ini kita sudah mengikuti. Cuma di antara kita masih ada penafsiran yang berbeda, sehingga kita mempunyai banyak polemik dan perdebatan diantara Komisi dengan Banggar. Makanya dengan kami hadir berkonsultasi ke DPR RI, sehingga kami tidak ada perdebatan lagi untuk menyusun APBD 2020 nantinya,” tutur Yaredy. (ndy/sf)